Cukup aneh rasanya bila di abad modern ini kita masih disergap rasa takut setelah menabrak kucing. Tetapi nyatanya, masih banyak orang yang memiliki ketakutan seperti itu. Mungkin Anda sendiri termasuk di dalamnya. Yang menjadi pertanyaan, benarkan kita akan mendapat celaka jika menabrak kucing?
Fandi (rekaan), manager muda di sebuah perusahaan konstruksi, dua minggu lalu mengalami kecelakaan. Sedan mewah yang dikendarainya menabrak trotoar jalan. "Untung tidak kencang, sehingga saya tidak cedera. Biarlah mobil saya rusak, asal saya selamat," ujarnya.
Menurut ayah dua putri ini, kejadian itu bukan disebabkan dia mengantuk atau melamun ketika menyetir mobilnya. Tetapi karena ia menghindari seekor kucing yang lari menyeberang jalan persis di depan mobilnya.
"Saya kaget, lalu saya banting setir. Tahu-tahu, mobil saya sudah menghajar trotoar. Tidak apalah mobil rusak sedikit, yang penting tidak menabrak kucing itu. Sebab, menabrak kucing, bisa membawa akibat buruk. Kata orang, saya bisa celaka, meninggal atau cacat. Pokoknya, akibatnya berat," ungkapnya.
Lain lagi dengan Hadi (rekaan), seorang kepala bagian kreatif di sebuah perusahaan jasa periklanan. Sudah seminggu ini Hadi tidak membawa mobil ke kantornya. Sekalipun tugas malam, dia lebih memilih taksi dari dan ke kantor.
Usut punya usut, ternyata Aria yang baru tiga bulan menjadi ayah ini seminggu yang lalu menabrak seokor kucing. Saat itu ia pulang malam. Dalam perjalanan. tiba-tiba seekor kucing melintas di depan mobilnya Hadi tak dapat mengelak, sehingga sang kucing tergilas sampai mati.
Hadi segera menghentikan mobilnya. Ia turun, lalu membungkus bangkai kucing itu dengan baju yang ia kenakan, kemudian menguburnya.”Soalnya, kata orang, bila tidak begitu saya akan mendapat celaka, “Ujarnya.
Hadi mengaku, ia antara percaya dan tida percaya mengenai cerita itu. “Tapi lebih baik saya ikuti nasihat itu agar saya terhindar dari celaka. Makanya, seminggu ini saya tidak mau menyetir mobil dulu, “ paparnya.
Memang terasa aneh bila di abad ini masih ada orang yang percaya mitos. Tetapi, tidak dapat dipungkiri kalau masih banyak orang yang percaya. Baik itu di kalangan masyarakat kebanyakan, maupun para eksekutif atau orang terpelajar. Banyak dari mereka yang percaya bahwa menabrak kucing dapat menyebabkan celaka.
Hal ini, kata Dadang, tidak terlepas dari pengaruh budaya yang masih sangat besar peranannya dalam kehidupan masyarakat kita. "Jangankan di masyarakat kita yang masih sangat kental budayanya, di negara-negara maju pun masih banyak orang percaya dengan mitos. Ambil contoh mitos angka 13. Di negara-negara barat, itu banyak yang mempercayainya," ungkapnya.
Menurut Dadang, mitos celaka akibat menabrak makin diperkuat dengan kepercayaan bahwa kucing dipercaya sebagai hewan kesayangan Nabi. Sehingga, bila kita menabraknya, kita akan mendapat celaka karena kualat. Bila menabraknya, maka kita harus membungkus dengan pakaian yang kita kenakan dan dikubur dengan baik. Dengan demikian, kita tidak celaka di kemudian hari.
Sebenarnya, menurut Dadang, kepercayaan itu tidak betul. Boleh jadi kucing merupakan hewan kesayangan Nabi, tetapi itu tidak lantas menjadikan kucing sebagai hewan yang keramat. "Kita harus berpikir bahwa kucing, sama dengan hewan lain, adalah hewan ciptaan Tuhan yang derajatnya lebih rendah daripada manusia. Masa kalau menabraknya kita jadi celaka," ujarnya.
Namun, mungkin dulu ada kejadian dimana seseorang menabrak kucing, lalu beberapa hari kemudian meninggal karena kecelakaan. "Nah, kejadian ini mungkin dikait-kaitkan seakan-akan itu suatu sebab-akibat. Itu diceritakan secara turun-temurun, hingga saat ini," tambahnya.
Kalau ada orang yang percaya dengan mitos itu, kemudian dia menabrak kucing, lalu mengalami kecelakaan setelahnya, itu dikarenakan dia tersugesti dan rasa bersalah sehingga membuatnya tidak berkonsentrasi menjalankan kendaraannya. Akibatnya, dia celaka.
Menurut Dadang, takut menabrak kucing sebetulnya bukan termasuk phobia. Sebab, rasa takut pada phobia disebabkan oleh sesuatu yang tidak rasional. Disamping reaksi yang ditimbulkannya sangat berlebihan.
Akan tetapi, pada akhirnya takut menabrak kucing ini bisa menjadi phobia. Misalkan, seseorang menabrak kucing dan timbul rasa bersalah sehingga ia tidak berani lagi menyetir mobil untuk selamanya. "Dia takut, sebab nanti akan menabrak kucing lagi. Bila demikian halnya, itu bisa dikatakan phobia," ujar Dadang.
Namun Dadang mengakui, walaupun mitos itu salah, tapi ada sisi positifnya. Artinya, kita kan tidak boleh menyakiti binatang. Sehingga, boleh saja bila kita menabrak kucing lalu dibungkus dengan pakaian dan dikuburkan dengan baik.
Tetapi, sikap itu dilakukan semata-mata hanya karena rasa kasihan kepada sang kucing. Bukan karena berpikiran bahwa itu dilakukan untuk menolak bala agar tidak celaka. "Dalam ajaran Islam, bila itu dilakukan untuk menolak bala, sama saja dengan syirik. Hukumnya dosa," papar Dadang pula.
Untuk menghilangkan sisi negatifnya, seperti cerita-cerita yang mengatakan akan mendapat celaka bila menabrak kucing, Dadang menganjurkan agar kita kembali kepada ajaran agama dan mempertebal keimanan serta ketaqwaan kepada Tuhan.
Dadang juga menganjurkan, sebelum mengemudi hendaklah kita berdoa dahulu. Dan bila pun menabrak kucing, berdoalah kepada Tuhan, minta ampun kepada-Nya bahwa kita telah membunuh ciptaannya dengan tidak sengaja. "Dengan demikian, kita tak lagi dikejar-kejar rasa bersalah," kata Dadang mengakhiri.
Penulis: Lito A
Fandi (rekaan), manager muda di sebuah perusahaan konstruksi, dua minggu lalu mengalami kecelakaan. Sedan mewah yang dikendarainya menabrak trotoar jalan. "Untung tidak kencang, sehingga saya tidak cedera. Biarlah mobil saya rusak, asal saya selamat," ujarnya.
Menurut ayah dua putri ini, kejadian itu bukan disebabkan dia mengantuk atau melamun ketika menyetir mobilnya. Tetapi karena ia menghindari seekor kucing yang lari menyeberang jalan persis di depan mobilnya.
"Saya kaget, lalu saya banting setir. Tahu-tahu, mobil saya sudah menghajar trotoar. Tidak apalah mobil rusak sedikit, yang penting tidak menabrak kucing itu. Sebab, menabrak kucing, bisa membawa akibat buruk. Kata orang, saya bisa celaka, meninggal atau cacat. Pokoknya, akibatnya berat," ungkapnya.
Lain lagi dengan Hadi (rekaan), seorang kepala bagian kreatif di sebuah perusahaan jasa periklanan. Sudah seminggu ini Hadi tidak membawa mobil ke kantornya. Sekalipun tugas malam, dia lebih memilih taksi dari dan ke kantor.
Usut punya usut, ternyata Aria yang baru tiga bulan menjadi ayah ini seminggu yang lalu menabrak seokor kucing. Saat itu ia pulang malam. Dalam perjalanan. tiba-tiba seekor kucing melintas di depan mobilnya Hadi tak dapat mengelak, sehingga sang kucing tergilas sampai mati.
Hadi segera menghentikan mobilnya. Ia turun, lalu membungkus bangkai kucing itu dengan baju yang ia kenakan, kemudian menguburnya.”Soalnya, kata orang, bila tidak begitu saya akan mendapat celaka, “Ujarnya.
Hadi mengaku, ia antara percaya dan tida percaya mengenai cerita itu. “Tapi lebih baik saya ikuti nasihat itu agar saya terhindar dari celaka. Makanya, seminggu ini saya tidak mau menyetir mobil dulu, “ paparnya.
Pengaruh Budaya
Ketakutan menabrak kucing atau setelah menabrak kucing, menurut psikiater Prof. DR. dr. H Dadang Hawari, timbul karena adanya mitos atau cerita/mitos turun-temurun dalam masyarakat. Padahal, tidak ada kebenarannya.Memang terasa aneh bila di abad ini masih ada orang yang percaya mitos. Tetapi, tidak dapat dipungkiri kalau masih banyak orang yang percaya. Baik itu di kalangan masyarakat kebanyakan, maupun para eksekutif atau orang terpelajar. Banyak dari mereka yang percaya bahwa menabrak kucing dapat menyebabkan celaka.
Hal ini, kata Dadang, tidak terlepas dari pengaruh budaya yang masih sangat besar peranannya dalam kehidupan masyarakat kita. "Jangankan di masyarakat kita yang masih sangat kental budayanya, di negara-negara maju pun masih banyak orang percaya dengan mitos. Ambil contoh mitos angka 13. Di negara-negara barat, itu banyak yang mempercayainya," ungkapnya.
Menurut Dadang, mitos celaka akibat menabrak makin diperkuat dengan kepercayaan bahwa kucing dipercaya sebagai hewan kesayangan Nabi. Sehingga, bila kita menabraknya, kita akan mendapat celaka karena kualat. Bila menabraknya, maka kita harus membungkus dengan pakaian yang kita kenakan dan dikubur dengan baik. Dengan demikian, kita tidak celaka di kemudian hari.
Sebenarnya, menurut Dadang, kepercayaan itu tidak betul. Boleh jadi kucing merupakan hewan kesayangan Nabi, tetapi itu tidak lantas menjadikan kucing sebagai hewan yang keramat. "Kita harus berpikir bahwa kucing, sama dengan hewan lain, adalah hewan ciptaan Tuhan yang derajatnya lebih rendah daripada manusia. Masa kalau menabraknya kita jadi celaka," ujarnya.
Namun, mungkin dulu ada kejadian dimana seseorang menabrak kucing, lalu beberapa hari kemudian meninggal karena kecelakaan. "Nah, kejadian ini mungkin dikait-kaitkan seakan-akan itu suatu sebab-akibat. Itu diceritakan secara turun-temurun, hingga saat ini," tambahnya.
Kalau ada orang yang percaya dengan mitos itu, kemudian dia menabrak kucing, lalu mengalami kecelakaan setelahnya, itu dikarenakan dia tersugesti dan rasa bersalah sehingga membuatnya tidak berkonsentrasi menjalankan kendaraannya. Akibatnya, dia celaka.
Menurut Dadang, takut menabrak kucing sebetulnya bukan termasuk phobia. Sebab, rasa takut pada phobia disebabkan oleh sesuatu yang tidak rasional. Disamping reaksi yang ditimbulkannya sangat berlebihan.
Akan tetapi, pada akhirnya takut menabrak kucing ini bisa menjadi phobia. Misalkan, seseorang menabrak kucing dan timbul rasa bersalah sehingga ia tidak berani lagi menyetir mobil untuk selamanya. "Dia takut, sebab nanti akan menabrak kucing lagi. Bila demikian halnya, itu bisa dikatakan phobia," ujar Dadang.
Kembali Ke Ajang Agama
Untuk orang yang mengalami phobia seperti itu, Dadang menganjurkan agar ia menemui psikiater untuk dipsikoterapi atau diberi obat anti cemas dan mitos yang salah itu dikoreksi.Namun Dadang mengakui, walaupun mitos itu salah, tapi ada sisi positifnya. Artinya, kita kan tidak boleh menyakiti binatang. Sehingga, boleh saja bila kita menabrak kucing lalu dibungkus dengan pakaian dan dikuburkan dengan baik.
Tetapi, sikap itu dilakukan semata-mata hanya karena rasa kasihan kepada sang kucing. Bukan karena berpikiran bahwa itu dilakukan untuk menolak bala agar tidak celaka. "Dalam ajaran Islam, bila itu dilakukan untuk menolak bala, sama saja dengan syirik. Hukumnya dosa," papar Dadang pula.
Untuk menghilangkan sisi negatifnya, seperti cerita-cerita yang mengatakan akan mendapat celaka bila menabrak kucing, Dadang menganjurkan agar kita kembali kepada ajaran agama dan mempertebal keimanan serta ketaqwaan kepada Tuhan.
Dadang juga menganjurkan, sebelum mengemudi hendaklah kita berdoa dahulu. Dan bila pun menabrak kucing, berdoalah kepada Tuhan, minta ampun kepada-Nya bahwa kita telah membunuh ciptaannya dengan tidak sengaja. "Dengan demikian, kita tak lagi dikejar-kejar rasa bersalah," kata Dadang mengakhiri.
Penulis: Lito A